Friday, February 13, 2009

Reformasi Busana Mindset

Reformasi Busana Mindset


Busana bukanlah sebatas persoalan kain yang dikenakan seseorang melainkan kreasi design yang sengaja dipilih setelah disesuaikan dengan keadaan  seseorang. Meskipun kopyah, dasi, sarung, jilbab atau jean sama-sama kain tetapi orang tidak akan mengenakannya tanpa pemahaman atas pernyataan diri berdasarkan kebiasaan atau hukum yang berlaku. Busana oleh karena itu bisa dikatakan bagian dari simbol yang dapat menjelaskan  identitas diri seseorang.

Demikian juga dengan busana mindset (kerangka pikir) kita. Bukan sekedar  percikan pemikiran, perasaan, atau keyakinan tetapi desain muatan tertentu yang kita pilih  menurut selera  lalu  kita jadikan paradigma hidup. Paradigma inilah yang melahirkan gaya hidup, kebiasaan dan hukum diri (You are the law of yourself). Persoalan yang muncul kemudian adalah hukum alam tidak pernah membedakan apakah kita memilih desain mindset dengan sadar atau tidak. Pokoknya kita akan menerima konsekuensi dari semua pilihan yang kita tentukan.

Menengok ke realita aktual, busana hidup yang seharusnya kita tanggalkan adalah busana orang gagal. Mestinya semua orang punya "bakat" sukses di bidang apapun yang dijalaninya, tetapi yang seringkali menghambat adalah membuang busana orang gagal di dalam dirinya. Padahal untuk sukses, tawaran hukum alam yang tidak bisa dinegoisasikan adalah mengganti busana gagal dengan busana sukses. Artinya, bukan sekedar menjiplak warna dan model disain tetapi yang paling dibutuhkan adalah mereformasi paradigma mindset. Perlu kita ingat, kesuksesan seseorang yang terlihat oleh mata kita di luar adalah akibat sementara kesuksesan di dalam diri seseorang adalah penyebab (baca artikel: Antara Sebab & Akibat (http://www.e-psikologi.com/dewasa/080703.htm)). Jadi sama sekali tidak cukup mempelajari atau meniru  tindakan (baca: busana kain) orang sukses.
   
Produk Mindset

Mindset memproduksi paradigma pemahaman tentang nasib. Sebagaimana pernah dijelaskan, nasib adalah bagian keadaan hidup yang terjadi secara sirkulatif dalam diri kita. Berdasarkan hukum memilih, keadaan hidup itu diciptakan dari pilihan desain yang kita tentukan. Kalau dikembalikan pada  hukum sebab akibat, keadaan hidup itu adalah akibat. 

Kapankah busana mindset perlu direformasi? jawabnya adalah ketika kita memahami bahwa nasib adalah penyebab yang menciptakan keadaan diri kita sekarang ini. Meskipun itu hak pilih dan tidak akan ada mahkamah formal yang menghukum tetapi telah bertentangan dengan sejumlah dalil di atas. Di samping itu kalau dilihat dari hukum untung-rugi, pemahaman tentang kemutlakan nasib lebih banyak ruginya ketimbang untungnya. Mengapa? Kalau kita tidak mau berubah, kekuatan eksternal akan memaksa mengubah diri kita. Tekanan dipaksa oleh kekuatan eksternal itulah yang menyebabkan kita tidak bisa menerima sepenuhnya keadaan-diri.

Ajaran teologi menjelaskan bahwa sebagian besar manusia sudah merasakan kejutan "hari kiamat" ketika masih di dunia di mana mereka bertanya: "Mengapa hidup saya menjadi begini?".  Pertanyaan "mengapa" menandakan adanya konflik internal antara harapan dan kenyataan; antara perubahan di luar dan perubahan di dalam yang tidak sebanding. Munculnya "kiamat-diri" disebabkan oleh akumulasi pengabaian untuk memperbaiki diri atau mereformasi mindset. Pengabaian yang kita lakukan dari sejak kecil hingga dewasa telah membuat pengabaian tersebut lebih perkasa mengubah diri kita. Maka wajarlah bila sebagian dari diri kita belum secara keseluruhan memahami nasib adalah akibat pilihan. (baca juga artikel: Mengubah Nasib (http://www.e-psikologi.com/dewasa/090103.htm))

Produk mindset lain adalah kebiasaan atau gaya hidup yang terwakili oleh apa dan bagaimana  kita melakukan, membicarakan, dan menyikapi sesuatu yang terjadi di dalam diri, orang lain dan keadaan. Kebiasaan atau gaya hidup oleh sebab itu dikatakan sebagai hukum-diri di mana kita adalah anak dari kebiasaan itu. Teori kreativitas menjelaskan kalau kita melakukan sesuatu dengan cara dan substansi yang sama maka jangan pernah berharap kalau kita akan menerima hasil yang berbeda. Kebiasaan kita hari ini sebenarnya sudah masuk ke CPU kehidupan yang akan menjadi bahan cetakan (print-out) nasib esok hari.

Kebiasaan yang perlu kita reformasi adalah kebiasaan orang gagal yang bertentangan dengan keinginan kita menjadi orang sukses. Beberapa dalil yang bisa kita jadikan untuk mempertegas pemahaman mengapa kita perlu mereformasi kebiasaan orang gagal adalah dalil akumulasi, dalil kombinasi dan dalil habituasi yang telah dipelajari para ahli dari kebiasaan orang sukses. Kesuksesan itu diciptakan dari akumulasi kebiasaan sukses kecil-kecil dari sejak apa yang kita lakukan ketika bangun tidur sampai nanti malam. Aristotle berkata: "excellent is not action but habituation". Senada dengan ucapan itu, Fannie Mae mengatakan: "Jangan percaya dengan magical event atau one turning point. It was combination of things".

Mengubah kebiasaan identik dengan menghancurkan tembok penghalang di dalam diri kita berupa gumpalan raksasa pengabaian yang sudah bertahun-tahun kita bangun. Kalau yang kita inginkan kebiasaan bisa berubah atas inisitif kita tanpa pengorbanan / kerugian maka tidak ada cara lain kecuali menjalani titah hukum di atas. Kecuali kita rela diubah oleh kekuatan peristiwa yang berdaya ledak tinggi, seperti kegagalan fatal atau penyakit. Itupun akan berakhir dengan pilihan kita. Contoh sepele adalah kebiasaan merokok. Umumnya orang baru memilih berhenti setelah penyakit menimpa.

Pengamatan para ahli di lapangan menunjukkan bahwa para pemimpin perusahaan yang sudah berkuasa lama dengan kesuksesannya punya kebiasaann gagal yang dapat menghancurkan usaha yang dibangun. Penyebabnya bukan mereka tidak paham manajemen, akunting, peta pasar atau lainnya tetapi menutup diri yang membuat dirinya tidak tahu dengan merasa tahu. Karena tidak ada orang di sekitarnya yang berani mengingatkan kebiasaan itu, maka hanya kalau usahanya bangkrutlah, kesadaran untuk memperbaiki diri muncul.
   

Hambatan
Belajar dari perjalanan reformasi di negara kita yang ternyata butuh proses transformasi maka demikian juga proses reformasi atas  busana mindset. Proses transformasi adalah hukum alam yang bersifat mutlak. Kemutlakan proses inilah yang sering menciptakan masalah di tingkat pemahaman kita ketika pemahaman itu bertentangan. Dari masalah yang sering muncul mengapa orang gagal mereformasi busana mindset adalah:
     

1.Jaminan
Kemajuan atau kesuksesan diri menuntut perubahan kebiasaan dan paradigma, tetapi tidak semua perubahan dapat menjamin kemajuan, sebab kunci persoalan bukan pada perubahan tetapi keyakinan, perasaan, dan pikiran kita. Lika-liku menjalani proses perubahan dari forrmat lama ke format baru terkadang dipahami sebagai stimuli untuk berpikir lebih baik; atau lebih untung menghentikan langkah yang sudah ada ketimbang melanjutkan karena tidak ada garansi akan menjadi lebih baik.
   

2. Tujuan
Kemauan merubah busana mindset seringkali dipahami sebagai destinasi dari gagal menuju sukses atau dari hidup yang penuh masalah langsung tidak ada masalah. Padahal, perubahan bukanlah tujuan tetapi proses yang harus jalani secara terus-menerus untuk menciptakan prestasi waktu. Hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok menjadi lebih baik dari hari ini dengan memperbaiki paradigma dan kebiasaan hari ini. Salah satu kebohongan hidup yang seringkali menggoda adalah ketika kita memahami bahwa kalau kita sukses maka masalah hidup tidak akan pernah kita hadapi lagi. Padahal sesukses apapun orang dengan gagasannya tidak mungkin bebas dari masalah kecuali mati.
   

3. Eliminasi
Mereformasi busana mindset menuntut eleminasi (penghancuran) busana lama secara total sebagai syarat untuk melahirkan desain busana baru. Hukum alam menegaskan, munculnya musim semi sebagai tanda berakhirnya musim gugur, musim kemarau menggantikan posisi musim hujan. Jika kita ingin mengganti busana mindset baru tetapi tidak ingin membunuh mindset lama, maka pada akhirnya hampir dapat dipastikan bahwa proses reformasi yang kita jalani sering tersandung. Belajar dari reformasi di negeri ini, meskipun sistem diubah tetapi mindset dipertahankan, kenyataannya reformasi menghadapi masalah lingkaran setan. Demikian juga dengan diri kita.
   
Membaca Buku

Mereformasi busana mindset dan kebiasaan atau gaya hidup menuntut aplikasi kebiasaan membaca buku sebagai media mendapatkan pengetahuan yang akan diolah di dalam diri menjadi pemahaman untuk dijadikan keputusan atau pengadilan hidup. Di alam ini ada dua buku yang dapat dijadikan sumber bacaan yaitu buku-buku yang sudah diterbitkan dan buku yang belum / tidak diterbitkan tetapi mengandung pengetahuan yang kita butuhkan. Buku yang belum diterbitkan itu adalah watak manusia dan watak keadaan. Kalau anda sudah merasa setengah putus-asa menjalani proses transformasi dari ide ke realisasi karena kegagalan lalu membaca buku Edison dan ternyata kegagalan anda belum ada apa-apanya ketimbang Edison, maka rasa putus asa itu akan malu dan lalu pergi.

Dengan kata lain bukan sekedar asal-asalan membaca buku tetapi yang paling penting merencanakan dengan pilihan sadar tentang materi buku yang akan anda baca. Selain bisa mengubah filosofi hidup seseorang, membaca buku juga dapat dijadikan ajang untuk mempertarungkan ego pemahaman kebenaran sendiri dengan pemahaman orang lain. Kalau ternyata pemahaman orang lain itu lebih benar maka dengan sendirinya kesadaran untuk mengakui kesalahan muncul. Kesadaran-diri merupakan teguran paling perkasa.

Membaca buku juga dapat membuat seseorang semakin butuh untuk mengetahui dari persoalan yang dirasakan semakin banyak tidak diketahui yang akan membuat dirinya punya banyak pilihan. Paradoknya, semakin lama orang meninggalkan ajaran membaca buku, semakin merasa tidak butuh mengetahui karena merasa sudah tahu banyak persoalan yang pada hakekatnya tidak tahu.  Karena sudah merasa tahu dengan tidak tahu itu, maka   pilihan hidup yang sanggup diciptakan semakin sedikit.

Meskipun demikian, membaca buku barulah tahapan menanam pepohonan baru bagi kebun mindset. Supaya tanaman itu bisa berbuah dan menjadi hiasan busana baru yang lebih bagus dibutuhkan juga upaya merawat secara kontinyu dan  model desain arsitektur visual yang tidak larut oleh sejarah disain masa lalu. Dari pengalaman empiris sebagian besar orang ditemukan bahwa mengubah kebiasaan, gaya hidup, atau paradigma itu sama dengan menerbangkan  pesawat.  Selain dibutuhkan keberanian menekan tombol start-on, juga sebagian besar bahan bakar yang ada dihabiskan paling banyak ketika saat mau take-off. Begitu anda sudah biasa "terbang" dengan membaca buku, bisa-bisa anda protes kalau disuruh berhenti.  Semoga berguna.(jp)


(Dikutip dari www.dimas1130.multiply.com)


New Email names for you!
Get the Email name you've always wanted on the new @ymail and @rocketmail.
Hurry before someone else does!